“I’m not a Poet, I’m Just a Woman”
Gatra purwarupa keanggunan milik seorang wanita, tatkala tergores luka namun tak habis akal memperbaiki segala sesaknya. Senyumnya yang paling mahal karena mengundang asmara seluruh jagat raya alam semesta yang fana hingga baka. Karenanya, keteguhan atas kuasa: lebih baik mencintai dan membahagiakan dirinya sendiri lalu bersiap menghadapi kebahagiaan tak terbatas yang akan datang suatu hari nanti. Dahulu baginya, asmara merupakan ajang pertunjukan malapetaka yang paling tidak membahagiakan bagi siapapun yang menanggungnya, asmara menjadi pasangan mutlak untuk derita yang tak ada habisnya membunuh seiring kali, asmara merupakan kausa tertinggi untuk siap mati berkali-kali.
Kini, asmara bukanlah satu-satunya alasan untuk terus melanjutkan perjalanan dunia penuh huru-hara. Kebermanfaatan penuh istimewa menjadi dasar untuk membuat kerajaannya sendiri. Dengan kecerdasannya, bijaksananya, sikapnya mampu membangun pasukan tak terkalahkan dan menggunakan mahkotanya sejauh yang tak pasti. Untuk saat ini dan seterusnya, sinar dan kembangnya yang selalu terlihat tanpa tapi. Keistemewannya merupakan kasta tertinggi seorang wanita sebagai manusia ciptaan Tuhan, walau takdir mengatakan mereka lebih banyak merenggang hina dan derita daripada sempurna.